CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 11 Maret 2018

Mesin Waktu: Mukadimah



Prolog
Sekip Unit 1, Jumat, 13 November 2015
Yogyakarta sedang musim hujan kala itu. Musim hujan yang sering tak menentu. Siang hari di salah satu fakultas milik Kampus Kerakyatan datanglah seorang gadis dari Timur Yogyakarta, tanpa ada jadwal kuliah, Ia datang ke kampus hanya untuk bertemu kawannya dan meminta untuk dikerokin.
 “..ha aku meh suporteran neh mengko bengi. Makane tulung keroki yo ben ndang mari.” Pintanya.

Klitren Lor, Jumat, 13 November 2015
Sembari menunggu jam supporteran, gadis itu singgah sejenak di rumah simbah, ya, hanya numpang tidur dan mandi saja. Istirahat soalnya dia habis masuk angin, keseringan pulang malam dan begadang. Apalagi di tengah semarak pekan olahraga se Gadjah Mada Raya. Sedikit tidak tau diri. Ia minta dibangunkan selepas Isya, dan akhirnya sang gadis terbangun sekitar pukul 8 lalu Ia buru-buru ngrebus air buat mandi.

Bulaksumur, Jumat 13 November 2015
Gadis itu tiba di Gelanggang Mahasiswa. Rumah bagi beberapa mahasiswa. Baik yang benar-benar singgah, maupun hanya singgah tapi tak sungguh. Agak gerimis saat Ia tiba di parkiran belakang Gelanggang. Cukup nekat dan agak kurang kerjaan sebenarnya. Dalam keadaan kondisi tubuh yang kurang prima, Ia ingin turut merasakan euforia supporteran kampusnya. Apalagi, fakultasnya bertanding melawan fakultas tetangga yang, ya, bisa dibilang rival paitan sengit. Selain itu, supporter milik fakultasnya termasuk jajaran supporter yang menonjol di Kampus Biru itu.
Di Gelanggang, gadis itu bertemu dengan kawan-kawannya, termasuk seniornya di Prodi, senior yang berjasa dalam hubungannya.
Pertandingan dimulai, sahut-sahutan chant, gemuruh bass drum, snar, trio, quarto, memenuhi lapangan basket Gelanggang Mahasiswa. Dipimpin 2 capotifo yang bergantian di atas stagger. Capotifo yang sama, yang juga memimpin di pertandingan-pertandingan sebelumnya.
“..wah jebul seru yo, ngerti ngene ket mbiyen aku melu supporteran ra gur pisan tok.” Gumam gadis itu dalam hati.
Di sela-sela pertandingan, salah satu capotifo mengajak temannya untuk memimpin supporter di atas stagger. Teman sang capotifo tersebut mengenakan kaos hitam, identitas warna bagi supporter fakultas kami. Gadis tersebut belum menghiraukannya kala itu, hanya Ia lihat laki-laki tersebut menaiki stagger dan setelah di atas stagger kemudian dengan lantang lelaki itu teriak salah satu chant ”..OH VO-KA-SI” yang kemudian dilanjutkan oleh supporter lainnya.
Sang gadis otomatis mendongakkan wajahnya, matanya tertuju pada sumber suara yang menurutnya lebih membakar semangat para supporter saat itu. Laki-laki berperawakan tinggi dengan bahu yang lebar, wajah yang dapat dibilang tirus, memiliki potongan rambut model.. rockabilly, mungkin? Mengenakan kaos hitam bertuliskan “PHTMRG.” Tulisan yang kala itu sama sekali tidak diketahui apa artinya oleh sang gadis. Sang gadis sempat bergumam, “..iki cah Teknik Sipil? Po yo? Ah  mbuh, mesti genah cah teknik.” Dan.. payahnya, semenjak si gadis mendongakkan wajahnya, matanya tidak pernah lepas dari laki-laki itu. Laki-laki tinggi, berbahu lebar, berwajah tirus, rambut rockabilly, dengan kaos hitam bertuliskan “PHTMRG.” semangatnya saat memimpin para supporter, dan keringat yang mengalir di dahi. Entah apa yang membuat gadis itu tidak dapat mengalihkan pandangannya, yang Ia rasakan saat itu hanya kagum, dan merasa sekitarnya semakin bersemangat semenjak lelaki tersebut menjadi capotifo. Dan mungkin.. gemas? Suka? Tertarik? Entah. Semenjak sang gadis bertemu lelaki itu, Ia selalu menyempatkan datang supporteran, agar-siapa-tahu- bisa melihat laki-laki itu lagi.

Pasca Pesta Olahraga
Pesta telah usai. Gengsi dan euforia perlahan memudar. Bagi yang beruntung, ada beberapa mahasiswa yang terlibat cinta lokasi, ada yang berusaha mendapatkan hati, ada yang hanya membekas dalam ilusi, dan ada pula yang menjadi pengagum rahasia, dalam sepi. Setelah malam itu, gadis itu dapat dibilang menjadi pengagum rahasia. Cukup aneh memang, karena gadis itu tetap tidak tahu siapa nama sang lelaki, dan tidak berniat mencari tahu, bahkan Ia berasal dari jurusan apa pun sang gadis tidak mengerti. Namun, wajah, lekuk tubuh, gayanya saat memimpin para supporter dan semangatnya masih teringat jelas di benak sang gadis.
Suatu ketika, ramai dibicarakan di grup angkatan prodi si gadis. Para mahasiswi baik yang senior maupun junior ramai membicarakan atlit fakultas sebelah yang rupawan, sementara beberapa diantaranya saling membicarakan sesama supporter dari fakultas sendiri, ada yang sekedar saling titip salam, ada yang sampai agak lenjeh. Termasuk sang gadis. Ya, sang gadis juga ikutan lenjeh kala itu. Ia menimpali obrolan teman-temannya dengan kalimat “duh keringetnya pengen ngelap.” setelah ada temannya yang membahas si-capotifo-yang-tidak-diketahui-namanya. Hingga di sela-sela pembicaraan dalam grup, salah satu senior angkatan 2013 menyampaikan pesan dari seorang lelaki, yang kurang lebih seperti ini “Hahaha yoo intinya disampein aja Hen buat temen-temen arsip, ada atau ngga ada aku jadi capo, anak2 arsip harus tetep semangat jogednya.” Ttd. EANP.
Dan, sekian menit kemudian beberapa anak arsip mendadak lumer. Sang gadis yang tadinya hanya menjadi silent reader, kemudian masuk ke dalam pembicaraan dan membuka dialog dengan pertanyaan
 “EANP tuh yang wangun kalo jadi capo itu?
“iya van”
“Yang sampe keringetan itu?”
“iya van hahaha”
“Pengen..”
Tanpa disadari oleh si gadis, ternyata sedari tadi ada senior yang meng-capture pesannya yang berisi tentang keinginan untuk menyeka keringat si capotifo berinisial EANP. Beberapa gadis memang sedikit liar atau-aneh-atau menjijikkan-atau apalah itu dalam berimajinasi tentang laki-laki yang menarik perhatiannya. Waktu berlalu, perlahan pembicaraan berubah topik dan surut. Sang gadis masih tidak mengetahui siapa nama si capotifo atau mencari nama lengkap dari inisial EANP tersebut. Baginya, cukup agresif jika Ia sampai mencari informasi sang dirigen. Mungkin kekaguman dan ingatan sang capotifo hanya sebatas di porsenigama, di euforia supporter, hingga di grup angkatan.

Dialog
Sekip Unit I, 8 Desember 2015

Pagi di Laboratorium Arsip Konvensional menjadi pagi yang biasa bagi sang gadis. Hingga pagi itu berubah menjadi pagi yang menyenangkan untuknya, Henni, senior si gadis mengirim pesan untuk si gadis yang di jam itu pula membuat perut si gadis mulas, namun, senang.
“Van, Erian minta tolong.”
“tolong apa mbak?”
Oh iya, selepas pembicaraan aneh dan gathel di grup angkatan, selang beberapa waktu, si gadis mulai mengetahui nama si capotifo.  Namanya Erian. Nggak tau lengkapnya siapa. Dia anak Departemen sebelah, Departemen idaman para wanita Vokasi, katanya, ya, Departemen Teknik Mesin. Maklum isinya mayoritas laki-laki. Kata Henni, seniornya, Ia satu angkatan dengan sang gadis. Henni bilang dia kosong, jomblo.  Tapi sang gadis memilih tidak bertindak gemredek untuk mengenal lebih dekat dengan si capotifo, atau, Erian. Malu, minder, karena si gadis sadar, wanita tomboy, berkulit sawo matang seperti dia mungkin tidak masuk di kriteria sang capotifo ini, dan pasti tidak hanya Ia maupun teman seprodi si gadis yang kagum-kagum gathel. Bukankah laki-laki Teknik Mesin, prodi incaran banyak wanita di Vokasi, bukan?
“temennya mau maju jadi presiden bem sv, kamu tolong kumpulin KTM anak-anak arsip ya. Dia udah tak kasih kontakmu. Nanti dia hubungin kamu.”
“oke mbak.” 
Jawaban singkat. Seperti tidak tertarik, tapi si gadis termasuk piawai dalam menyamarkan perasaan senangnya. Tanpa menunggu waktu lama, si gadis meminjam kartu mahasiswa milik teman-temannya. Dengan dalih ada teman si gadis yang mau maju di capresma BEM SV UGM, padahal itu hanya trik saja agar si gadis dapat berjumpa lagi dengan si capotifo. Lha gimana mau ndukung beneran,lha wong yang nyalon aja si gadis nggak tau. Yang penting Ia bisa ketemu lagi sama si capotifo, Erian.

Selasar Vokasi, 8 Desember 2015
Di tengah kesibukan tugas mata kuliah Pemberkasan, dan di sela-sela menunggu kelas Arsip Kartografi di gedung sebelah, di waktu menuju tengah hari, tampak handphone si gadis baru saja menerima pemberitahuan di aplikasi Line nya. Pesan dari laki-laki yang menarik perhatiannya sejak 13 November 2015, si capotifo, Erian.
“KTM arsip udah kumpul semua?”
“baru sepuluh e, gimana?”
“yaudah gapapa, tp kalo bisa ditambah lagi hehe. Mau ngasih KTMnya jam berapa?”
“Iya diusahain ya hehe. Buat dipake jam berapa emang?”
“ga harus secepetnya sih, yg penting hari ini. Pinjem buat persyaratan nyalon presiden BEM SV.”
“okeee, nanti ya.”
“Tak ambil kapan? Kamu ada kelas ngga?”
“ada, nanti jam, 3 an di GP. Kalo sekitar jam segitu gimana?”
“Ok. Di GP ya jam 3an.”
“Ya.”
Singkat dan jelas. Sekali lagi, sang gadis piawai dalam menunjukkan rasa senangnya ketika berbalas pesan dengan si capotifo. Padahal, di saat yang bersamaan muka sang gadis memerah seperti-tomat-mungkin? Dan teman-teman di sekitarnya mendadak ilfeel karena si gadis senyum-senyum sendiri.
Sekitar pukul setengah 3 sore, si capotifo memberi pesan
“aku udah di GP.”
“Oke, tunggu yaa aku jalan dari SV pusat.”
Si gadis bergegas membereskan tas, dan naluri wanita yang akan bertemu laki-laki yang Ia kagumi pun muncul. Dengan cepat Ia merapikan jilbab, membalur wajahnya dengan bedak dan memoles tipis bibirnya dengan lipstik yang Ia bawa. Gathel. Ribet. Tapi, hal itu hanya Ia lakukan ketika Ia berada di depan teman-temannya. Dari Lobby Vokasi, sang gadis berjalan menuju teras Gedung Eks Perpus, kala itu (karena memang dulunya bekas perpustakaan UGM). Ia minta ditemani temannya, agar bisa mengendalikan diri, katanya. Dari kejauhan si capotifo pun tampak. Ia mengenakan kemeja biru pucat yang dimasukkan ke dalam celana jeans dan mengenakan ikat pinggang,  serta waist bag coklat menggantung di dadanya. Capotifo itu juga membawa teman, mungkin teman itu yang dimaksud akan maju di pemilihan ketua BEM Vokasi.
“Erian ya?”  si gadis bertanya dengan ekspresi sok cuek dan sedikit tersenyum. Ia memang benar-benar pandai dalam mengendalikan perasaan di depan laki-laki yang dikagumi.
“Iya, Vania ya?” si Capotifo menjawab sambil tersenyum dan mengulurkan tangan, tangan mereka pun berjabatan. Si gadis memang kuat di luar, namun hatinya telah menguap entah kemana.
“Ini temenku, namanya Ridwan Saidi yang mau nyalon. Jangan lupa ya besok pilih nomer satu.”
“hahaha, iya. yaudah aku duluan ya, mau ada kelas.”
“Jangan lupa lho. Makasih ya.” Si capotifo tersenyum dan mengulurkan kembali tangannya untuk berjabatan dengan si gadis.
Selesai pertemuan yang direncanakan keduanya, sang gadis masuk ke dalam gedung eks perpus dan mulai mengeluarkan perasaannya kepada temannya yang sedaritadi Ia tahan.
“Wes, aku salaman wes, has bariki aku gah adus, gah wijik hahahaha.” Prek. Begitulah perasaan si gadis sebenarnya.

Kadirojo, 8-9 Desember 2015
Perkuliahan-yang-ternyata-kosong pun berakhir, hujan deras disertai petir mengguyur Yogyakarta, tanpa ampun. Sang gadis pulang ke rumah menjelang maghrib. Minggu-minggu ini UGM sedang mempersiapkan ujian akhir semester. Beberapa fakultas, departmen sudah mulai minggu tenang, adapula yang masih ada materi perkuliahan. Malam semakin pekat, baru saja pemberitahuan masuk di handphone si gadis. Ternyata si capotifo, menghubunginya.
“Kamu selo kapan?”
“Selo terus sih, gimana?”
“Besok bisa? Mau balikin KTM. Di foodcourt aja gimana? Apa terserah kamu aja pokoknya”
“Leh uga tuh di foodcourt haha.”
“Yaudah besok ya. Arsip UAS nya kapan to?”
“Jamnya manut kamu aja ya, asal jangan pagi heu. Gatau kapan, tapi makalah buat UAS dah banyak wkwk.”
“Okeee, datengnya ntar sendirian lho jangan berduaan kek tadi wkwkwk”
Dan percakapan berlanjut di pagi menuju siang di jam mereka akan berjumpa, kembali.

Bertemu Kembali
Sekip Unit 1, 9 Desember 2015
Sang gadis telah tiba di kampus, menunggu si capotifo yang akan mengembalikan KTM. Ia mengenakan jeans hitam dan korsa kearsipan, converse CT hitam dan jilbab merah jambu agak gelap, ah entah jenis warna apa. Beruntung, di kampus ada teman si gadis, namanya Adhi. Ia sedang mengerjakan makalah untuk UAS. Dan mereka berbincang. Si gadis mengutarakan akan bertemu kembali dengan si capotifo . Sekali lagi, gadis ini sangat pandai dalam menyembunyikan kegembiraan, ke-salting-an, atau apalah itu di depan capotifo, tapi kegembiraan itu tidak pernah dapat Ia sembunyikan di hadapan teman-temannya.
“Aku udah sampe. Kamu yang dimana?” si capotifo mengabari si gadis.
“Ini di depan dbsmb. Kamu?”
“Aku di post satpam.”
“Yaaa”
Oh iya, mereka batal untuk bertemu di foodcourt. Ada calon lain, katanya.
Tanpa menunggu lama, si gadis merapikan penampilannya dan gemredek di depan kawannya, Adhi. Dengan perasaan berkecamuk disertai perut yang mulas, Ia bergegas menuju post satpam Sekolah Vokasi. Setibanya di pintu samping dekat post satpam, gadis ini melihat si capotifo duduk di bangku depan post satpam
“Ssst, heh.” Sapanya. Kali ini si gadis menyapa dengan senyum yang lepas.
Si capotifo menoleh, Ia tersenyum dan mereka saling menghampiri.
“Ini KTMnya, makasih ya.”
“Sama-sama. Hayooo, kok nggak jadi di foodcourt kenapa e?” tanya si gadis, sok akrab, sok ngarep.
“Weh enggaaa, tadi ada calon presiden lain, aku ngga enak e kalo nanti ketauan nyerahin KTM ke kamu hahaha”
“Yaudah, makasih ya, aku duluan.
“Iya.” mereka saling melempar senyum dan berjabat tangan.
Si capotifo pergi, sang gadis berjalan masuk kembali ke gedung kampusnya. Ia tak dapat lagi menahan perasaannya, Ia menemui Adhi dan cerita kemudian Adhi berkali-kali menanggapi dengan tertawa terbahak, atau “bajigur i cepet banget, gur ngono tok?” “pekooook suk hahahaa” “asuuu, wong edan koe hahahaha”
Di tengah percakapan, pesan masuk di handphone si gadis. Si capotifo.
“Makasih ya, ditunggu suaranya dr arsip :D” si gadis menghiraukannya. Biar. Ia mau meluapkan perasaan senangnya dulu. Dengan dalih ke Adhi, pesan si capo mau dibalas nanti saja, biar bisa mengembang percakapan hingga malam menjelang, terus nanti sok-sok ketiduran, biar paginya bisa chat lagi dengan dalih maaf ya semalem ketiduran. Hahaha.
“Aku sebenernya td mau ngajak sekalian di foodcourt. Tapi malah ada halangan.”
“Maaf ya.” Si capotifo mengirim pesan lagi. Berjarak sekitar setengah jam setelah pesannya setelah pertemuan dengan si gadis tidak dibaca sama sekali. Toh, si gadis mengaktifkan pop up pesannya. Jadi Ia tahu apa isi pesan tersebut. Biar sama-sama penasaran, batin si gadis.
Si gadis langsung membuka pesan tersebut, dan membalasnya, melayangkan isyarat.
“Walaaah, iya gapapa aku td di foodcourt juga sekalian mau makan hehe. Kamu kemana emang habis ngasih KTM tadi?
“Aku lagi di DTM, sekarang juga masih di DTM. Kamu udah makan berarti?”
“Ngapain? Belum daritadi wkwkw” Prek. Kode klasik.
“Tiduran sama temen2 wkwkw. Aku juga belum, mau makan brg po? Kalo mau, ayo berangkat.”
Tanpa pikir panjang, si gadis langsung menerima tawaran itu. Kapan lagi? Pikirnya.
Si gadis menunggu di bangku depan post satpam, si capotifo datang mengendari Honda Verza hitam merah.
Menembus gerimis, mereka menuju tempat makan lintas kalangan di depan GOR UNY, Warung SS. Mereka duduk di lantai 2, di meja bundar dalam ruangan sebelah kiri. Berhadapan. Si gadis memesan lele, dan air mineral, si capotifo memesan telur gobal-gabul dan es susu coklat. Mereka saling bercakap-cakap, mulai dari perkuliahan, hingga supporteran. Beruntung, si gadis juga paham dunia kulit bundar beserta supporternya. Mereka mulai akrab. Hingga tiba-tiba, si capotifo menawarkan ajakan keluar di malam minggu
“aku pengen nonton FSTVLST. Di Evofest, acara anak bahasa inggris. Kamu mau ngga?”
“Weh! FSTVLST? Aku udah lama banget nggak nonton itu. Kapan to emang?” seperti direstui semesta, si gadis sudah menyukai FSTVLST sejak Ia duduk di bangku SMA.
“besok tanggal 12. Pas malem minggu. Di Plaza Ngasem. Mau nggak?”
“Yuk.” Mereka sepakat. 12 Desember 2015 mereka akan ngegigs bersama. Sabtu malam.
Di sela-sela waktu, tiba-tiba si capotifo memecah perasaan yang sedaritadi dengan susah payah dikendalikan si gadis.
“eh, mosok katanya ada anak arsip yang ngefans sama aku.” Deg. Gadis itu kaget.
“weh iyapo?”
“Iya, malah katanya sampe ada yang mau ngelap kringetku segala hahaha”  perasaan si gadis meluap entah kemana, Ia salah tingkah. Malu.
Waktu menunju senja, sayup-sayup terdengar adzan berkumandang. Si capotifo berujar ke gadis katanya habis makan dia mau belajar buat UAS mata kuliah Mekanika Fluida dan Perpindahan Kalor. Akhirnya di ujung senja mereka meninggalkan tempat itu, dan kembali ke kediaman masing-masing. Setelah pertemuan kembali itu, intensitas mereka semakin tinggi, baik saling berbalas pesan, hingga janji bertemu.
Suatu ketika, si gadis hendak mengumpulkan laporan akhir praktikum makul Pemberkasan. Si capotifo menanyakan keberadaan si gadis, kemudian tiba-tiba si capotifo menyusul sang gadis di tempat fotokopi di Sendowo, Cozy, tanpa mengabari si gadis, tentunya. Si gadis sedang berdiri di depan etalase, tiba-tiba teman sang gadis berbicara “heh koe ngopoe neng kene?” sang gadis reflek menoleh, ternyata di sampingnya telah berdiri si capotifo. Si gadis kaget. Campur senang. Lagi-lagi semesta merestui, hujan turun sangat deras. Mereka terjebak di tempat fotokopian. Di tengah hujan.

Malam Minggu Pertama
Plaza Ngasem, 12 Desember 2015
Akhirnya malam tiba juga. Si capotifo menjemput si gadis di kost kawan si gadis, di Terban. Sekitar pukul 8 malam, mereka berboncengan. Menuju ke lokasi, Plaza Ngasem.
Setibanya disana, setelah menembus kemacetan dan memarkirkan motor, mereka keluar ke seberang Plaza Ngasem, di Warmindo Mang Waya. Si gadis memesan nasi telur, dan si capo memesan mie rebus telur. Mereka duduk menghadap jendela yang terbuka, memandang kemacetan dan malam di Yogyakarta. Selesai makan, mereka masuk ke dalam area acara. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, si gadis sadar, mungkin ada yang tidak menyangka ternyata laki-laki yang memimpin supporteran di kala itu membawa seorang wanita yang hanya mengenakan kaos dan jeans hitam, jaket jeans warna biru pudar, totebag hitam, dan sepatu converse. Benar-benar bukan dandanan wanita feminim. Mereka berdua sadar, beberapa pasang mata memperhatikan mereka dan saling berbisik, terutama si gadis, Ia sangat mengingat tatapan kaget dan sinis salah seorang wanita  yang berpapasan dengan mereka berdua.
Malam semakin larut, FSTVLST  mulai menembangkan lagu-lagu mereka di kala itu, Menangisi Akhir Pekan, Menantang Rasi Bintang, dan lain-lain. Si capo tidak berhenti tertawa dan memandang si gadis yang ternyata hafal lagu-lagu milik FSTVLST.
Tiba-tiba malam mereka dirusak oleh kedatangan masa lalu dari sang gadis. Masa lalu itu datang secara tiba-tiba, karena Ia tahu si gadis pergi dengan lelaki lain, laki-laki yang datang di saat yang tepat. Bersama salah satu kawannya, si gadis berucap untuk berhenti menghubunginya lagi. Semua telah terlambat.


Berbagi Cerita
Titik Nol Kilometer Yogyakarta, 12-13 Desember 2015
Acara berakhir, sekitar pukul setengah 12 malam. Si gadis dan si capotifo masih ingin melewati malam bersama. Akhirnya, keduanya sepakat jalan-jalan di sekitar Titik Nol Kilometer Jogja. Setelah memarkirkan motor di utara Gedung Agung, mereka berdua berjalan menuju Monumen Serangan Umum 1 Maret. Di tengah perjalanan, tangan si capotifo menggamit tangan sang gadis, dan si gadis menautkan jari-jarinya di sela-sela jari si capotifo. Ia berharap, malam ini tidak akan berakhir.
Setibanya di Pelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret, mereka duduk berdua,bercanda dan bertukar cerita, termasuk masa lalu masing-masing.  Mereka berbagi cerita pengalam hidup, tentang bagaimana si capotifo yang merupakan mahasiswa perantauan dari Bumi Wijayakusuma, Cilacap dan tentang si gadis yang lahir dan besar di Yogyakarta. Mereka bercerita layaknya dua orang yang sudah kenal lama, sama sekali tidak ada rasa kantuk yang mendera, hingga mereka menyadari bahwa waktu menunjukkan sekitar pukul setengah 2 dinihari.
Di perjalanan pulang, si gadis minta diantarkan di kost temannya lagi, di Terban. Di tengah perjalanan, saat hampir masuk gang, tiba-tiba si capotifo berucap “aku sayang kamu van” yang suaranya hampir tidak terdengar oleh si gadis, namun, Ia menangkap suara itu.

Epilog
Yogyakarta, 13-16 Desember 2015
Semenjak malam akhir pekan yang mereka habiskan bersama, hubungan si gadis dan si capotifo semakin dekat dan perasaan itu semakin kuat. Mencintai, menyayangi, dan ingin memiliki mulai tumbuh dalam diri mereka. Pertemuan di saat yang tepat, semesta merestui mereka.

Klebengan, 17 Desember 2015
Mendung menggelanyut di langit Yogyakarta sore itu, tetesan air hujan perlahan mulai membasahi Kabupaten Sleman. Si gadis sedang berada di Blimbingsari, kost temannya untuk mengcopy materi ujian akhir semester 3 yang digelar minggu depan. Si capotifo berada di kampus, selepas mengerjakan UAS, ia juga mencari materi ujian untuk besok. Si capotifo mengajak berjumpa kembali, di kediamannya. Sekitar pukul 5 sore mereka tiba di kediaman di si capo, seperti biasa, topik-topik remeh hingga materi ujian menjadi pembicaraan mereka. Malam menjelang, pembicaraan mulai berhenti. Adzan berkumandang, dan si capotifo menyandarkan tubuhnya di tembok kamar, raut wajahnya menunjukkan keseriusan. Ia membuka kembali percakapan.
“sekarang tanggal berapa sih Van?”
“tujuhbelas.” Balas si gadis.
“kamu mau nggak jadi pacarku?”
“mau.” Sahut si gadis, dengan senyum simpul.
“beneran mau?”
“he’em.” Buat apa berbasa-basi lagi, si gadis pun merasa semua telah cukup.
“wah mosok yo nembak e neng kene.” Ujar si capotifo.
“lha terus meh nengndi?” balas si gadis.
“kamu beneran Van mau pacaran sama aku?”
“Iya.” si gadis menjawab sambil menopang dagu, mengangguk, dan tersenyum.
“beneran mau?”
“Iyaaa.”
“Yakin van?”
“Iya yakin.”
Satu detik kemudian si capotifo beranjak dari tembok yang Ia sandari, memeluk si gadis dan mendaratkan bibirnya di bibir sang gadis, dan mencium kening si gadis. Malam itu, tatapan mata si capotifo memancarkan seluruh perasaannya.
Mereka keluar makan malam, sebagai pasangan, baru.

Kadirojo, 17 Desember 2015
Pukul 10 malam si gadis tiba di kediamannya. Di kamar, pemberitahuan masuk di handphonenya.
“Hati-hati Van, aku sayang kamu.”
“aku udah sampe rumah, habis bersih-bersih. Aku juga sayang kamu Er.”
“Salam dari hujan yang memaksaku untuk merindukanmu kembali.”  Gombal. Mungkin kalimat ini juga pernah Ia kirimkan ke perempuan lain. Si gadis tidak terlalu menghiraukannya.
“Wkwkwk gombaaaaaaaaal, meleleh wis aku.”
Di ujung malam, pertengahan bulan Desember yang basah di tahun 2015,
si gadis yang satu bulan lalu hanya bisa memandang si capotifo di atas stagger. Kini memiliki hati si capotifo.
Si capotifo yang beberapa hari lalu penasaran siapa perempuan yang ingin mengelap keringatnya, kini Ia memiliki perempuan itu.
Semoga semesta merestui. Selalu.
Close your eyes, and I’ll kiss you.
Tomorrow, I’ll miss you.
Remember, I’ll always be true.