Prolog
Sekip Unit 1, Jumat,
13 November 2015
Yogyakarta sedang musim hujan kala
itu. Musim hujan yang sering tak menentu. Siang hari di salah satu fakultas
milik Kampus Kerakyatan datanglah seorang gadis dari Timur Yogyakarta, tanpa
ada jadwal kuliah, Ia datang ke kampus hanya untuk bertemu kawannya dan meminta
untuk dikerokin.
“..ha aku meh suporteran neh mengko bengi. Makane
tulung keroki yo ben ndang mari.” Pintanya.
Klitren Lor, Jumat,
13 November 2015
Sembari menunggu jam supporteran,
gadis itu singgah sejenak di rumah simbah,
ya, hanya numpang tidur dan mandi saja. Istirahat soalnya dia habis masuk
angin, keseringan pulang malam dan begadang. Apalagi di tengah semarak pekan
olahraga se Gadjah Mada Raya. Sedikit tidak tau diri. Ia minta dibangunkan
selepas Isya, dan akhirnya sang gadis terbangun sekitar pukul 8 lalu Ia
buru-buru ngrebus air buat mandi.
Bulaksumur, Jumat
13 November 2015
Gadis itu tiba di Gelanggang
Mahasiswa. Rumah bagi beberapa mahasiswa. Baik yang benar-benar singgah, maupun
hanya singgah tapi tak sungguh. Agak gerimis saat Ia tiba di parkiran belakang
Gelanggang. Cukup nekat dan agak kurang kerjaan sebenarnya. Dalam keadaan kondisi
tubuh yang kurang prima, Ia ingin turut merasakan euforia supporteran
kampusnya. Apalagi, fakultasnya bertanding melawan fakultas tetangga yang, ya,
bisa dibilang rival paitan sengit. Selain
itu, supporter milik fakultasnya termasuk jajaran supporter yang menonjol di
Kampus Biru itu.
Di Gelanggang, gadis itu bertemu dengan kawan-kawannya,
termasuk seniornya di Prodi, senior yang berjasa dalam hubungannya.
Pertandingan dimulai,
sahut-sahutan chant, gemuruh bass drum, snar, trio, quarto, memenuhi
lapangan basket Gelanggang Mahasiswa. Dipimpin 2 capotifo yang bergantian di atas stagger. Capotifo yang
sama, yang juga memimpin di pertandingan-pertandingan sebelumnya.
“..wah jebul
seru yo, ngerti ngene ket mbiyen aku melu supporteran ra gur pisan tok.” Gumam
gadis itu dalam hati.
Di sela-sela pertandingan, salah
satu capotifo mengajak temannya untuk
memimpin supporter di atas stagger.
Teman sang capotifo tersebut
mengenakan kaos hitam, identitas warna bagi supporter fakultas kami. Gadis
tersebut belum menghiraukannya kala itu, hanya Ia lihat laki-laki tersebut menaiki
stagger dan setelah di atas stagger kemudian dengan lantang lelaki
itu teriak salah satu chant ”..OH
VO-KA-SI” yang kemudian dilanjutkan oleh supporter lainnya.
Sang gadis otomatis mendongakkan wajahnya, matanya
tertuju pada sumber suara yang menurutnya lebih membakar semangat para supporter
saat itu. Laki-laki berperawakan tinggi dengan bahu yang lebar, wajah yang
dapat dibilang tirus, memiliki potongan rambut model.. rockabilly, mungkin? Mengenakan kaos hitam bertuliskan “PHTMRG.” Tulisan yang kala itu sama
sekali tidak diketahui apa artinya oleh sang gadis. Sang gadis sempat bergumam,
“..iki cah Teknik
Sipil? Po yo? Ah mbuh, mesti genah cah teknik.” Dan..
payahnya, semenjak si gadis mendongakkan wajahnya, matanya tidak pernah lepas
dari laki-laki itu. Laki-laki tinggi, berbahu lebar, berwajah tirus, rambut rockabilly, dengan kaos hitam
bertuliskan “PHTMRG.” semangatnya saat
memimpin para supporter, dan keringat yang mengalir di dahi. Entah apa yang
membuat gadis itu tidak dapat mengalihkan pandangannya, yang Ia rasakan saat
itu hanya kagum, dan merasa sekitarnya semakin bersemangat semenjak lelaki
tersebut menjadi capotifo. Dan mungkin..
gemas? Suka? Tertarik? Entah. Semenjak sang gadis bertemu lelaki itu, Ia selalu
menyempatkan datang supporteran, agar-siapa-tahu- bisa melihat laki-laki itu
lagi.
Pasca Pesta
Olahraga
Pesta telah usai. Gengsi dan
euforia perlahan memudar. Bagi yang beruntung, ada beberapa mahasiswa yang terlibat
cinta lokasi, ada yang berusaha mendapatkan hati, ada yang hanya membekas dalam
ilusi, dan ada pula yang menjadi pengagum rahasia, dalam sepi. Setelah malam
itu, gadis itu dapat dibilang menjadi pengagum rahasia. Cukup aneh memang,
karena gadis itu tetap tidak tahu siapa nama sang lelaki, dan tidak berniat
mencari tahu, bahkan Ia berasal dari jurusan apa pun sang gadis tidak mengerti.
Namun, wajah, lekuk tubuh, gayanya saat memimpin para supporter dan semangatnya
masih teringat jelas di benak sang gadis.
Suatu ketika, ramai dibicarakan di
grup angkatan prodi si gadis. Para mahasiswi baik yang senior maupun junior
ramai membicarakan atlit fakultas sebelah yang rupawan, sementara beberapa
diantaranya saling membicarakan sesama supporter dari fakultas sendiri, ada
yang sekedar saling titip salam, ada yang sampai agak lenjeh. Termasuk sang gadis. Ya, sang gadis juga ikutan lenjeh kala itu. Ia menimpali
obrolan teman-temannya dengan kalimat “duh
keringetnya pengen ngelap.” setelah ada temannya yang membahas si-capotifo-yang-tidak-diketahui-namanya. Hingga di sela-sela pembicaraan dalam
grup, salah satu senior angkatan 2013 menyampaikan pesan dari seorang lelaki,
yang kurang lebih seperti ini “Hahaha yoo
intinya disampein aja Hen buat temen-temen arsip, ada atau ngga ada aku jadi capo,
anak2 arsip harus tetep semangat jogednya.” Ttd. EANP.
Dan, sekian menit kemudian beberapa anak arsip
mendadak lumer. Sang gadis yang tadinya hanya menjadi silent reader, kemudian masuk ke dalam pembicaraan dan membuka
dialog dengan pertanyaan
“EANP tuh yang wangun kalo jadi capo itu?
“iya van”
“Yang sampe
keringetan itu?”
“iya van hahaha”
“Pengen..”
Tanpa disadari oleh si gadis,
ternyata sedari tadi ada senior yang meng-capture
pesannya yang berisi tentang keinginan untuk menyeka keringat si capotifo berinisial EANP. Beberapa gadis
memang sedikit liar atau-aneh-atau menjijikkan-atau apalah itu dalam
berimajinasi tentang laki-laki yang menarik perhatiannya. Waktu berlalu,
perlahan pembicaraan berubah topik dan surut. Sang gadis masih tidak mengetahui
siapa nama si capotifo atau mencari
nama lengkap dari inisial EANP tersebut. Baginya, cukup agresif jika Ia sampai
mencari informasi sang dirigen. Mungkin kekaguman dan ingatan sang capotifo hanya sebatas di
porsenigama, di euforia supporter, hingga di grup angkatan.
Dialog
Sekip Unit I, 8
Desember 2015
Pagi di Laboratorium Arsip Konvensional
menjadi pagi yang biasa bagi sang gadis. Hingga pagi itu berubah menjadi pagi yang
menyenangkan untuknya, Henni, senior si gadis mengirim pesan untuk si gadis
yang di jam itu pula membuat perut si gadis mulas, namun, senang.
“Van, Erian minta
tolong.”
“tolong apa
mbak?”
Oh iya, selepas pembicaraan aneh dan gathel di grup angkatan, selang beberapa
waktu, si gadis mulai mengetahui nama si capotifo. Namanya Erian. Nggak tau lengkapnya siapa. Dia anak Departemen sebelah, Departemen
idaman para wanita Vokasi, katanya, ya, Departemen Teknik Mesin. Maklum isinya
mayoritas laki-laki. Kata Henni, seniornya, Ia satu angkatan dengan sang gadis.
Henni bilang dia kosong, jomblo. Tapi sang
gadis memilih tidak bertindak gemredek untuk
mengenal lebih dekat dengan si capotifo, atau,
Erian. Malu, minder, karena si gadis sadar, wanita tomboy, berkulit sawo matang
seperti dia mungkin tidak masuk di kriteria sang capotifo ini, dan pasti tidak hanya Ia maupun teman seprodi si
gadis yang kagum-kagum gathel. Bukankah
laki-laki Teknik Mesin, prodi incaran banyak wanita di Vokasi, bukan?
“temennya mau
maju jadi presiden bem sv, kamu tolong kumpulin KTM anak-anak arsip ya. Dia udah
tak kasih kontakmu. Nanti dia hubungin kamu.”
“oke mbak.”
Jawaban
singkat. Seperti tidak tertarik, tapi si gadis termasuk piawai dalam menyamarkan
perasaan senangnya. Tanpa menunggu waktu lama, si gadis meminjam kartu
mahasiswa milik teman-temannya. Dengan dalih ada teman si gadis yang mau maju
di capresma BEM SV UGM, padahal itu hanya trik saja agar si gadis dapat
berjumpa lagi dengan si capotifo. Lha gimana
mau ndukung beneran,lha wong yang nyalon aja si gadis nggak tau. Yang penting
Ia bisa ketemu lagi sama si capotifo, Erian.
Selasar
Vokasi, 8 Desember 2015
Di tengah kesibukan tugas mata
kuliah Pemberkasan, dan di sela-sela menunggu kelas Arsip Kartografi di gedung
sebelah, di waktu menuju tengah hari, tampak handphone si gadis baru saja menerima pemberitahuan di aplikasi Line nya. Pesan dari laki-laki yang
menarik perhatiannya sejak 13 November 2015, si capotifo, Erian.
“KTM arsip udah
kumpul semua?”
“baru sepuluh
e, gimana?”
“yaudah gapapa,
tp kalo bisa ditambah lagi hehe. Mau ngasih KTMnya jam berapa?”
“Iya diusahain
ya hehe. Buat dipake jam berapa emang?”
“ga harus
secepetnya sih, yg penting hari ini. Pinjem buat persyaratan nyalon presiden
BEM SV.”
“okeee, nanti
ya.”
“Tak ambil
kapan? Kamu ada kelas ngga?”
“ada, nanti jam,
3 an di GP. Kalo sekitar jam segitu gimana?”
“Ok. Di GP ya
jam 3an.”
“Ya.”
Singkat dan jelas. Sekali lagi,
sang gadis piawai dalam menunjukkan rasa senangnya ketika berbalas pesan dengan
si capotifo. Padahal, di saat yang
bersamaan muka sang gadis memerah seperti-tomat-mungkin? Dan teman-teman di
sekitarnya mendadak ilfeel karena si
gadis senyum-senyum sendiri.
Sekitar pukul setengah 3 sore, si capotifo memberi pesan
“aku udah di
GP.”
“Oke, tunggu
yaa aku jalan dari SV pusat.”
Si gadis bergegas membereskan tas, dan naluri wanita
yang akan bertemu laki-laki yang Ia kagumi pun muncul. Dengan cepat Ia
merapikan jilbab, membalur wajahnya dengan bedak dan memoles tipis bibirnya
dengan lipstik yang Ia bawa. Gathel. Ribet.
Tapi, hal itu hanya Ia lakukan ketika Ia berada di depan teman-temannya. Dari
Lobby Vokasi, sang gadis berjalan
menuju teras Gedung Eks Perpus, kala itu (karena memang dulunya bekas
perpustakaan UGM). Ia minta ditemani temannya, agar bisa mengendalikan diri, katanya. Dari kejauhan si capotifo pun tampak. Ia mengenakan kemeja biru pucat yang
dimasukkan ke dalam celana jeans dan mengenakan ikat pinggang, serta waist
bag coklat menggantung di dadanya. Capotifo
itu juga membawa teman, mungkin teman itu yang dimaksud akan maju di
pemilihan ketua BEM Vokasi.
“Erian ya?” si gadis bertanya dengan ekspresi sok cuek dan sedikit tersenyum. Ia
memang benar-benar pandai dalam mengendalikan perasaan di depan laki-laki yang
dikagumi.
“Iya, Vania ya?”
si Capotifo menjawab sambil tersenyum dan mengulurkan tangan, tangan mereka
pun berjabatan. Si gadis memang kuat di luar, namun hatinya telah menguap entah
kemana.
“Ini temenku,
namanya Ridwan Saidi yang mau nyalon. Jangan lupa ya besok pilih nomer satu.”
“hahaha, iya.
yaudah aku duluan ya, mau ada kelas.”
“Jangan lupa
lho. Makasih ya.” Si capotifo tersenyum
dan mengulurkan kembali tangannya untuk berjabatan dengan si gadis.
Selesai pertemuan yang
direncanakan keduanya, sang gadis masuk ke dalam gedung eks perpus dan mulai
mengeluarkan perasaannya kepada temannya yang sedaritadi Ia tahan.
“Wes, aku salaman wes, has bariki aku gah adus, gah wijik hahahaha.” Prek. Begitulah perasaan si gadis sebenarnya.
“Wes, aku salaman wes, has bariki aku gah adus, gah wijik hahahaha.” Prek. Begitulah perasaan si gadis sebenarnya.
Kadirojo, 8-9
Desember 2015
Perkuliahan-yang-ternyata-kosong
pun berakhir, hujan deras disertai petir mengguyur Yogyakarta, tanpa ampun. Sang
gadis pulang ke rumah menjelang maghrib. Minggu-minggu ini UGM sedang
mempersiapkan ujian akhir semester. Beberapa fakultas, departmen sudah mulai
minggu tenang, adapula yang masih ada materi perkuliahan. Malam semakin pekat,
baru saja pemberitahuan masuk di
handphone si gadis. Ternyata si capotifo,
menghubunginya.
“Kamu selo
kapan?”
“Selo terus
sih, gimana?”
“Besok bisa?
Mau balikin KTM. Di foodcourt aja gimana? Apa terserah kamu aja pokoknya”
“Leh uga tuh di
foodcourt haha.”
“Yaudah besok
ya. Arsip UAS nya kapan to?”
“Jamnya manut
kamu aja ya, asal jangan pagi heu. Gatau kapan, tapi makalah buat UAS dah
banyak wkwk.”
“Okeee,
datengnya ntar sendirian lho jangan berduaan kek tadi wkwkwk”
Dan percakapan berlanjut di pagi menuju siang di jam
mereka akan berjumpa, kembali.
Bertemu
Kembali
Sekip Unit 1,
9 Desember 2015
Sang gadis telah tiba di kampus,
menunggu si capotifo yang akan
mengembalikan KTM. Ia mengenakan jeans hitam dan korsa kearsipan, converse CT
hitam dan jilbab merah jambu agak gelap, ah entah jenis warna apa. Beruntung,
di kampus ada teman si gadis, namanya Adhi. Ia sedang mengerjakan makalah untuk
UAS. Dan mereka berbincang. Si gadis mengutarakan akan bertemu kembali dengan
si capotifo . Sekali lagi, gadis ini
sangat pandai dalam menyembunyikan kegembiraan, ke-salting-an, atau apalah itu di depan capotifo, tapi kegembiraan itu tidak pernah dapat Ia sembunyikan di
hadapan teman-temannya.
“Aku udah
sampe. Kamu yang dimana?” si capotifo
mengabari si gadis.
“Ini di depan
dbsmb. Kamu?”
“Aku di post
satpam.”
“Yaaa”
Oh iya, mereka batal untuk bertemu di foodcourt. Ada calon lain, katanya.
Tanpa menunggu lama, si gadis
merapikan penampilannya dan gemredek di
depan kawannya, Adhi. Dengan perasaan berkecamuk disertai perut yang mulas, Ia
bergegas menuju post satpam Sekolah Vokasi. Setibanya di pintu samping dekat
post satpam, gadis ini melihat si capotifo
duduk di bangku depan post satpam
“Ssst, heh.” Sapanya.
Kali ini si gadis menyapa dengan senyum yang lepas.
Si capotifo menoleh,
Ia tersenyum dan mereka saling menghampiri.
“Ini KTMnya,
makasih ya.”
“Sama-sama.
Hayooo, kok nggak jadi di foodcourt kenapa e?” tanya si gadis, sok akrab,
sok ngarep.
“Weh enggaaa,
tadi ada calon presiden lain, aku ngga enak e kalo nanti ketauan nyerahin KTM
ke kamu hahaha”
“Yaudah,
makasih ya, aku duluan.
“Iya.” mereka
saling melempar senyum dan berjabat tangan.
Si capotifo pergi, sang gadis berjalan masuk kembali ke gedung
kampusnya. Ia tak dapat lagi menahan perasaannya, Ia menemui Adhi dan cerita
kemudian Adhi berkali-kali menanggapi dengan tertawa terbahak, atau “bajigur i cepet banget, gur ngono tok?” “pekooook
suk hahahaa” “asuuu, wong edan koe hahahaha”
Di tengah percakapan, pesan masuk di handphone si gadis. Si capotifo.
“Makasih ya,
ditunggu suaranya dr arsip :D” si gadis menghiraukannya. Biar. Ia mau
meluapkan perasaan senangnya dulu. Dengan dalih ke Adhi, pesan si capo mau dibalas nanti saja, biar bisa
mengembang percakapan hingga malam menjelang, terus nanti sok-sok ketiduran,
biar paginya bisa chat lagi dengan
dalih maaf ya semalem ketiduran. Hahaha.
“Aku sebenernya
td mau ngajak sekalian di foodcourt. Tapi malah ada halangan.”
“Maaf ya.” Si
capotifo mengirim pesan lagi. Berjarak
sekitar setengah jam setelah pesannya setelah pertemuan dengan si gadis tidak
dibaca sama sekali. Toh, si gadis mengaktifkan pop up pesannya. Jadi Ia tahu apa isi pesan tersebut. Biar sama-sama
penasaran, batin si gadis.
Si gadis langsung membuka pesan tersebut, dan
membalasnya, melayangkan isyarat.
“Walaaah, iya
gapapa aku td di foodcourt juga sekalian mau makan hehe. Kamu kemana emang
habis ngasih KTM tadi?
“Aku lagi di
DTM, sekarang juga masih di DTM. Kamu udah makan berarti?”
“Ngapain? Belum
daritadi wkwkw” Prek. Kode klasik.
“Tiduran sama
temen2 wkwkw. Aku juga belum, mau makan brg po? Kalo mau, ayo berangkat.”
Tanpa pikir panjang, si gadis langsung menerima
tawaran itu. Kapan lagi? Pikirnya.
Si gadis menunggu di bangku depan post satpam, si capotifo datang mengendari Honda Verza
hitam merah.
Menembus gerimis, mereka menuju
tempat makan lintas kalangan di depan GOR UNY, Warung SS. Mereka duduk di
lantai 2, di meja bundar dalam ruangan sebelah kiri. Berhadapan. Si gadis
memesan lele, dan air mineral, si capotifo
memesan telur gobal-gabul dan es susu coklat. Mereka saling bercakap-cakap,
mulai dari perkuliahan, hingga supporteran. Beruntung, si gadis juga paham
dunia kulit bundar beserta supporternya. Mereka mulai akrab. Hingga tiba-tiba, si
capotifo menawarkan ajakan keluar di
malam minggu
“aku pengen
nonton FSTVLST. Di Evofest, acara anak bahasa inggris. Kamu mau ngga?”
“Weh! FSTVLST? Aku
udah lama banget nggak nonton itu. Kapan to emang?” seperti direstui
semesta, si gadis sudah menyukai FSTVLST sejak Ia duduk di bangku SMA.
“besok tanggal
12. Pas malem minggu. Di Plaza Ngasem. Mau nggak?”
“Yuk.” Mereka
sepakat. 12 Desember 2015 mereka akan ngegigs
bersama. Sabtu malam.
Di sela-sela waktu, tiba-tiba si capotifo memecah perasaan yang sedaritadi dengan susah payah
dikendalikan si gadis.
“eh, mosok
katanya ada anak arsip yang ngefans sama aku.” Deg. Gadis itu kaget.
“weh iyapo?”
“Iya, malah
katanya sampe ada yang mau ngelap kringetku segala hahaha” perasaan si gadis meluap entah kemana, Ia
salah tingkah. Malu.
Waktu menunju senja, sayup-sayup
terdengar adzan berkumandang. Si capotifo
berujar ke gadis katanya habis makan dia mau belajar buat UAS mata kuliah Mekanika
Fluida dan Perpindahan Kalor. Akhirnya di ujung senja mereka meninggalkan
tempat itu, dan kembali ke kediaman masing-masing. Setelah pertemuan kembali
itu, intensitas mereka semakin tinggi, baik saling berbalas pesan, hingga janji
bertemu.
Suatu ketika, si gadis hendak
mengumpulkan laporan akhir praktikum makul
Pemberkasan. Si capotifo menanyakan
keberadaan si gadis, kemudian tiba-tiba si capotifo
menyusul sang gadis di tempat fotokopi di Sendowo, Cozy, tanpa mengabari si
gadis, tentunya. Si gadis sedang berdiri di depan etalase, tiba-tiba teman sang
gadis berbicara “heh koe ngopoe neng
kene?” sang gadis reflek menoleh, ternyata di sampingnya telah berdiri si capotifo. Si gadis kaget. Campur senang.
Lagi-lagi semesta merestui, hujan turun sangat deras. Mereka terjebak di tempat
fotokopian. Di tengah hujan.
Malam Minggu
Pertama
Plaza Ngasem,
12 Desember 2015
Akhirnya malam tiba juga. Si capotifo menjemput si gadis di kost
kawan si gadis, di Terban. Sekitar pukul 8 malam, mereka berboncengan. Menuju ke
lokasi, Plaza Ngasem.
Setibanya disana, setelah menembus kemacetan dan
memarkirkan motor, mereka keluar ke seberang Plaza Ngasem, di Warmindo Mang
Waya. Si gadis memesan nasi telur, dan si capo
memesan mie rebus telur. Mereka duduk menghadap jendela yang terbuka,
memandang kemacetan dan malam di Yogyakarta. Selesai makan, mereka masuk ke
dalam area acara. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka, si gadis sadar, mungkin
ada yang tidak menyangka ternyata laki-laki yang memimpin supporteran di kala
itu membawa seorang wanita yang hanya mengenakan kaos dan jeans hitam, jaket
jeans warna biru pudar, totebag hitam, dan sepatu converse. Benar-benar bukan
dandanan wanita feminim. Mereka berdua sadar, beberapa pasang mata
memperhatikan mereka dan saling berbisik, terutama si gadis, Ia sangat
mengingat tatapan kaget dan sinis salah seorang wanita yang berpapasan dengan mereka berdua.
Malam semakin larut, FSTVLST mulai menembangkan lagu-lagu mereka di kala
itu, Menangisi Akhir Pekan, Menantang Rasi Bintang, dan lain-lain. Si capo tidak berhenti tertawa dan
memandang si gadis yang ternyata hafal lagu-lagu milik FSTVLST.
Tiba-tiba malam mereka dirusak oleh kedatangan masa
lalu dari sang gadis. Masa lalu itu datang secara tiba-tiba, karena Ia tahu si
gadis pergi dengan lelaki lain, laki-laki yang datang di saat yang tepat. Bersama
salah satu kawannya, si gadis berucap untuk berhenti menghubunginya lagi. Semua
telah terlambat.
Berbagi Cerita
Titik Nol
Kilometer Yogyakarta, 12-13 Desember 2015
Acara berakhir, sekitar pukul
setengah 12 malam. Si gadis dan si capotifo
masih ingin melewati malam bersama. Akhirnya, keduanya sepakat jalan-jalan
di sekitar Titik Nol Kilometer Jogja. Setelah memarkirkan motor di utara Gedung
Agung, mereka berdua berjalan menuju Monumen Serangan Umum 1 Maret. Di tengah
perjalanan, tangan si capotifo menggamit
tangan sang gadis, dan si gadis menautkan jari-jarinya di sela-sela jari si capotifo. Ia berharap, malam ini tidak
akan berakhir.
Setibanya di Pelataran Monumen
Serangan Umum 1 Maret, mereka duduk berdua,bercanda dan bertukar cerita,
termasuk masa lalu masing-masing. Mereka
berbagi cerita pengalam hidup, tentang bagaimana si capotifo yang merupakan mahasiswa perantauan dari Bumi
Wijayakusuma, Cilacap dan tentang si gadis yang lahir dan besar di Yogyakarta. Mereka
bercerita layaknya dua orang yang sudah kenal lama, sama sekali tidak ada rasa
kantuk yang mendera, hingga mereka menyadari bahwa waktu menunjukkan sekitar pukul
setengah 2 dinihari.
Di perjalanan pulang, si gadis
minta diantarkan di kost temannya lagi, di Terban. Di tengah perjalanan, saat
hampir masuk gang, tiba-tiba si capotifo
berucap “aku sayang kamu van” yang
suaranya hampir tidak terdengar oleh si gadis, namun, Ia menangkap suara itu.
Epilog
Yogyakarta,
13-16 Desember 2015
Semenjak malam akhir pekan yang
mereka habiskan bersama, hubungan si gadis dan si capotifo semakin dekat dan perasaan itu semakin kuat. Mencintai,
menyayangi, dan ingin memiliki mulai tumbuh dalam diri mereka. Pertemuan di
saat yang tepat, semesta merestui mereka.
Klebengan, 17
Desember 2015
Mendung menggelanyut di langit Yogyakarta
sore itu, tetesan air hujan perlahan mulai membasahi Kabupaten Sleman. Si gadis
sedang berada di Blimbingsari, kost temannya untuk mengcopy materi ujian akhir semester 3 yang digelar minggu depan. Si capotifo berada di kampus, selepas
mengerjakan UAS, ia juga mencari materi ujian untuk besok. Si capotifo mengajak berjumpa kembali, di
kediamannya. Sekitar pukul 5 sore mereka tiba di kediaman di si capo, seperti biasa, topik-topik remeh
hingga materi ujian menjadi pembicaraan mereka. Malam menjelang, pembicaraan
mulai berhenti. Adzan berkumandang, dan si capotifo
menyandarkan tubuhnya di tembok kamar, raut wajahnya menunjukkan keseriusan.
Ia membuka kembali percakapan.
“sekarang
tanggal berapa sih Van?”
“tujuhbelas.” Balas
si gadis.
“kamu mau nggak
jadi pacarku?”
“mau.” Sahut
si gadis, dengan senyum simpul.
“beneran mau?”
“he’em.” Buat
apa berbasa-basi lagi, si gadis pun merasa semua telah cukup.
“wah mosok yo
nembak e neng kene.” Ujar si capotifo.
“lha terus meh
nengndi?” balas si gadis.
“kamu beneran
Van mau pacaran sama aku?”
“Iya.” si
gadis menjawab sambil menopang dagu, mengangguk, dan tersenyum.
“beneran mau?”
“Iyaaa.”
“Yakin van?”
“Iya yakin.”
Satu detik kemudian si capotifo beranjak dari tembok yang Ia
sandari, memeluk si gadis dan mendaratkan bibirnya di bibir sang gadis, dan
mencium kening si gadis. Malam itu, tatapan mata si capotifo memancarkan seluruh perasaannya.
Mereka keluar makan malam, sebagai
pasangan, baru.
Kadirojo, 17
Desember 2015
Pukul 10 malam si gadis tiba di
kediamannya. Di kamar, pemberitahuan masuk di handphonenya.
“Hati-hati Van,
aku sayang kamu.”
“aku udah sampe
rumah, habis bersih-bersih. Aku juga sayang kamu Er.”
“Salam dari
hujan yang memaksaku untuk merindukanmu kembali.” Gombal. Mungkin kalimat ini juga pernah Ia
kirimkan ke perempuan lain. Si gadis tidak terlalu menghiraukannya.
“Wkwkwk
gombaaaaaaaaal, meleleh wis aku.”
Di ujung malam, pertengahan bulan
Desember yang basah di tahun 2015,
si gadis yang satu bulan lalu hanya bisa memandang si
capotifo di atas stagger. Kini memiliki hati si capotifo.
Si capotifo yang beberapa hari lalu penasaran siapa perempuan yang
ingin mengelap keringatnya, kini Ia
memiliki perempuan itu.
Semoga semesta merestui. Selalu.
Close your
eyes, and I’ll kiss you.
Tomorrow, I’ll
miss you.
Remember, I’ll
always be true.