CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 11 Juli 2021

365-2 / Menuju

Akhir minggu pertama, bulan Juli, 2020.

Berkali-kali rasa penasaran berlarian di pikiranku,

Siapa, Betari Durga?

18.52, aku bertanya

"Yang nelfon kemaren siapa?"

Kau menjawab satu nama yang tidak asing untukku.

Kaget.

Marah.

Benci.

Bukan, aku sama sekali tidak membenci si Betari Durga, tapi aku benci perlakuanmu kepadaku seperti:

"Ya udah kita kan sama-sama lagi kaya gini to.. lagi memperbaiki.. tolong ya Van kalau ada yang deketin kamu, nggak usah ditanggepin."

"Dihindari lah sirkel mu bal-balan. Koe durung keno tulah e wae."

"Kamu bakal nyesel kalo ada apa-apa yang manfaatin "mercusuarmu" di tengah-tengah orang yang suka sama kamu karena mirip Danilla."

Dan segala perkataanmu perihal Vania tolong hindari yang deketin kamu, di samping kamu yang nggak mau diajak betul-betul kembali seperti dulu. Dan kamu berkali-kali melakukan hal yang kamu larang sendiri.

Yang perlu kamu ketahui, aku menghindari mereka, aku block mereka saat aku merasa kamu mulai menunjukkan sikap tidak mengungkit lagi kesalahanmu dan kesalahanku di tahun 2019, terutama 2 orang yang memang pernah mencoba mendekatiku. Bahkan, jika ada acara yang mengharuskan aku dan mereka bertemu, aku pastikan kami tidak berdua dan selalu ada teman kami lainnya yang ada di acara tersebut.

Beberapa hal aku lakukan tanpa paksaanmu, beberapa hal pula atas paksaanmu. Sejujurnya, aku tidak suka melakukan hal yang bukan keinginanku sendiri. Perihal aku didekati beberapa pihak, toh, bukannya semua tergantung aku?

Di satu kamar kost Jalan Monjali, kamu mencoba menjelaskan semuanya perihal telepon dari Betari Durga. Hanya teman, katamu. Dia punya pacar, katamu. Aku nggak mungkin sama dia, katamu. Kalau dia tahu kamu cemburu, justru kamu yang diketawain, Van, katamu. Buat apasih namanya diganti? Katamu, Ia menghubungimu perihal meminta bantuan untuk mengubah tanda tangan dosen pembimbingnya jadi PNG buat surat pernyataan perpanjangan di corel. Tapi, bukankah hanya teman yang betul-betul dekat yang tentunya sering berkomunikasi secara intens, menelepon di malam hari, dengan nama lain, yang mungkin panggilan sayang?

Bukan panggilan sayang, katamu. Kamu menyanggah. Akan tetapi, sanggahanmu justru semakin menegaskan bahwa kalian memang betul-betul berkomunikasi secara intens, dan mungkin dalam rentang waktu yang lama.

"Terus kenapa namanya diganti?"

"Soale dee ki crewet tenan"

"Opo panggilan sayang?"

"Ora, nek iki ora masalah jenengane tak limpe seko koe. Cen dee sifate ngono kui."

"Yo gari dijenengi jeneng asline wae ben rasah mikir aneh-aneh."

"Soale dee jenengi kontakku yo buto cakil pan."

"Yowis cocok koe wong 2 duwe jeneng khusus dewe-dewe"

"Bukan maksud opo-opo tenan, yo gur ra trimo wae aku dijenengi ngono kui"

"Lha kok koe ngerti nek kontakmu dijenengi buto cakil? Sering wasap terus kirim-kiriman screenshoot berarti?

"Dee ngandani aku screenshoot. Kalo mau marah dan berkepanjangan, siap menerima konsekuensinya saya pan. Intinya aku nggak ada apa-apa sama dia. Aku salah dengan menamai kontak nggak sesuai sama namanya, dikiro menyembunyikan dari kamu. Biar waktu yang menjawab, ujung-ujunge koyo koe suudzhon karo ***a pas kae."

Di ujung pembicaraan, kamu pamit hari jumat sampai minggu atau senin mau ke Solo, bersama saudaramu. Aku mempersilahkan. Rupanya, kepergianmu ke Solo adalah waktuku untuk menuju tentang apa yang sudah seharusnya selesai sejak lama.

"Lakuin apa yang kamu mau sesuai nuranimu ya, aku gamau cawe-cawe lagi untuk hidupmu." Ucapmu. Ucapmu setiap kamu ketahuan membuat kesalahan yang menghadirkan orang lain di hubungan ini. Selalu.

Percaya padaku, Tuhan pun tertawa melihat kita yang hanya menerka.

Aku kehilangan banyak kesenanganku. Aku kehilangan beberapa temanku. Aku menjaga jarak dengan beberapa temanku, terutama yang kamu curigai. Tapi, 7 dan 8 Juli 2020, aku kecolongan untuk kesekian kalinya.

Lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar