CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 13 Juli 2021

365-5 / dan, selesai.

Senin, 13 Juli 2020.

Salahku yang tidak bisa membedakan apa yang disebut pertanda dan apa yang disebut ujian.

Aku masih mencoba untuk biasa saja, seperti semula.

Tidak, aku menahan amarah.

Dan, hari ini, adalah akhir dari yang seharusnya sudah selesai sejak lama.

Aku kembali lagi melewati ringroad dari Kalasan menuju Jalan Palagan sembari membawa benda-benda yang pernah kau beri.

Aku masih mencoba biasa saja, bahkan aku masih sempat menyiapkan sarapan untukmu.

Kusempatkan mampir ke kost saudaramu sebelum bekerja

Kau di sana, tertidur.

Sekitar pukul setengah sepuluh pagi, kau mengubungiku kembali

"Makasih ya, rasanya enak" ujarmu sembari mengirimkan foto sarapan yang kuberi.

"Maaf ya semalam aku bohong, aku soalnya capek banget, sama mau minum sama temenku, mbok pan mau ngajak main atau apa aku gaenak nolaknya."

Brown guilty eyes and little white lies
I played dumb but I always knew
That you'd talk to her, maybe did even worse
I kept quiet so I could keep you.

Sekali lagi,

Perihal berdusta, kau juaranya.

Dan sekali lagi,

Kau lupa bahwa di setiap celah dustamu, aku selalu tau.

Memang benar, satu kebohongan akan menutupi kebohongan lainnya.

Tak apa, sudah menjadi tabiatmu.

Dan aku yang bodoh selalu mengulanginya lagi dan lagi.

Sebetulnya, semakin kau mencoba menutupi dustamu, justru semakin terlihat borok yang sebenarnya.

Selepas kerja, aku sengaja mengajakmu makan di luar yang sebetulnya aku hanya ingin mengonfrontasimu. Dan seperti biasa, jika kau ketahuan salah, selalu menghindar dan menganggap semuanya selesai.

Jujur saja, ketika kita makan di Mas Kobis Jalan Palagan, raimu pengen tak raupi sambel. Aku mangkel.

Aku hanya diam, rahangku menegang, dan kau mencoba memecah kebisuan.

"Hai Pan." cengar-cengir asu, batinku.

"Habis ngga kamu makannya?"

"Yo kudune ngerti lah porsi manganku sepiro, ndadak takon." pagop.

"Maaf ya, aku kemarin bohong soalnya diajak minum sama temenku, nggak enak kalo nolak terus mbok kamu tiba-tiba dateng." Telingaku sudah terbiasa mendengar omong kosongmu.

"Oh, gitu. Kamu sebenernya ke Solo sama siapa emang?"

"Sama adikku pan, aku ke kost temenku Cilacap tu lho. Nih, ada chatnya." Nadamu mulai meninggi, khas seperti orang salah yang terpojokkan.

"Oh, malam minggu kemarin aku gatau iseng aja pengen lewat kost adikmu dan lampunya nyala, yo tak kiro ono uwong neng njero."

Raut mukamu berubah, dan seperti biasa, mulai berperan menjadi korban.

"Kui, koe senengane curiga ngono. Yo kui iso wae tetangga kost e to, untung koe ra mlebu lho, nek mlebu isin koe" Nada bicaramu semakin meninggi dan rahangmu semakin menegang. Khas seseorang yang sedang terpojok atas kesalahan yang ia buat sendiri.

"Udahlah ayo mulih wae, malah ngamuk aku mengko neng kene. Udah aku jalan aja, sana kamu pulang." Lagi dan lagi, mungkin menghindari masalah dan lepas tanggung jawab sudah sepatutnya kau cantumkan dalam daftar riwayat hidupmu.

"Nggak, nggak, ayo bareng. Aku masih ada urusan sama kamu."

Di perjalanan, kau mengulangi dustamu lagi

"Aku kemarin capek banget Pan, terus anak-anak ngajak minum. Aku nggak enak sama kamu kalo kamu tiba-tiba dateng, makanya aku bohong bilang pulang hari Senin."

"Kamu kenal aku berapa tahun sih, kok nganti bingung nek aku tiba-tiba dateng? Lagian aku yo males banget ngerti-ngerti marani koe seko Kalasan neng Palagan."

"Udahlah pan terserah kamu nek nggak percaya yo nggakpapa."

Kami tiba di depan gerbang kost, kau turun dari motorku, dan bergegas membuka gerbang, semakin menjelaskan sifatmu yang selalu menghindari masalah.

"Sek aku meh ngomong karo koe, foto iki opo? Koe neng Solo nemoni iki to? Hooh po ora?" ucapku sembari menunjukkan gabungan fotomu dan Betari Durga dengan latar belakang yang sama.

Kau terbelalak. Dan seperti yang sudah-sudah, bakatmu adalah menghindari masalah dan lepas tanggung jawab.

"Heh? Emang itu aku di tempat yang sama sama dia?" ucapmu mencoba menyudutkanku.

"Jawabane gur hooh po ora." 

"Udah kamu pulang aja, aku mau menenangkan diri." selain berdusta, manipulatif adalah bakatmu.

Ribuan hari aku bersamamu, hal seperti itu telah menjadi makanan sehari-hari bagiku.

Untuk kali ini, aku tidak akan mengikuti permainanmu.

"Jawabane gur hooh po ora?" kau semakin terpojok dan hendak menutup pintu gerbang segera.

"Udah, sana kamu pulang dulu, aku mau menenangkan diri, kalo kamu mau penjelasan, besok aku jelasin."

"Rasah kesuwen, jawabane gur hooh po ora?!"

"Udah, kamu pulang dulu sana to."

"Jawabane gur hooh po ora?"

"Kamu pulang dulu, aku mau menenangkan diri dulu. Besok tak jelasin."

"Jawabane gur hooh po ora. Nek ra mbok jawab, aku bakal tetep neng kene ra urusan."

"Yaudah terserah kamu kalo kamu mau di sini."

"Cepet dijawab, jawabane gur hooh po ora?" 

Kau menghela nafas, dan melontarkan pertanyaan

"Emang kenapa kalo aku pergi sama dia?"

"Emang kenapa kalo kamu pergi sama dia? Durung ono seminggu ya koe meyakinkan aku nek kalian raono opo-opo, terus jebul koe lungo karo Betari Durga, terus koe iso takon kenapa kalo kamu pergi sama dia? Berarti iki bener yo koe ngapusi meneh, koe lungo karo dee?"

"Iya, aku pergi sama dia." tegasmu.

"Iso ya koe ngono kui. Iki sing ketauan langsung ya, durung liyane sing aku ra ngerti. Belum ada dua minggu kamu nemuin aku ke orang tuamu lagi, belum ada seminggu kamu bilang nggak ada apa-apa terus nyatane kamu bohong lagi kan?" 

Dan adalah jawabanmu selepas cecarku yang selamanya akan kujadikan memori dari keangkuhan dan arogansimu,

"Sekarang kamu tau kan rasanya gimana?!"

You betrayed me
And I know that you'll never feel sorry
For the way I hurt,
You'd talk to her
When we were together
Loved you at your worst
But that didn't matter

"Sekarang kamu tau rasanya gimana?! Bajingan ya koe, aku bertahun-tahun seko nol karo koe, koe sing selalu ngatur, selalu overthinking, selalu nuntut dan nuduh ini-itu, koe sing gampang nesu, dan kamu juga yang pertama kali berkhianat. Aku sampe ke psikolog waktu itu, dan beberapa kali aku harus minum obat tidur biar aku bisa istirahat tanpa harus pikiranku kemana-mana, saking stressnya sampe dadaku harus nyeri sepanjang 2019. Dan kamu bisa-bisanya tanya tau kan rasanya gimana? Aku bales kamu karena ulahmu sendiri, kamu duluan yang mulai. Aku udah jauhin semuanya karena kamu niat mau memperbaiki, tapi nyatane opo? Aku selalu diam, aku selalu ngalah, aku selalu effort lebih dan kamu masih tanya tau kan rasanya gimana?!"

Kau terdiam.

"Ini semua tak kembaliin, kaus weekeend offender dan novel hadiah ulang tahunku, tulisan, foto, tiket pesawatmu pertama kali dipanggil wawancara akhir perusahaanmu tak balekke. Bajingan. Aku gah ndelok raimu meneh." selepas memberi bungkusan berisi benda-benda darimu, aku bergegas memacu motorku dan pergi. 

Guess you didn't cheat
But you're still a traitor

Aku tidak menangis. Aku tidak menyesal mengambil keputusan ini. Sama sekali.

Satu yang sangat kusesali hingga saat ini, waktuku yang terbuang percuma untuk bersamamu.

Senin, 13 Juli 2020,

Hidupku kembali seperti semula, tanpa tuntutan, tanpa beban, tanpa bertanya-tanya dan gelisah di setiap malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar